Ibu Sayap Surga
Ku
Derai
rindu tak menentu meraung disetiap derap langkah kaki ku ibu
kaki
bergelar buah hati mu.
Yang
setiap bait-bait sajak selalu mendoktrin surgaku terselip rapi dibawah kaki sucimu.
Ibuuu…
rinai-rinai hujan beriringan mentari bercerita sendu setiap pagi
mengisahkan sang petualang waktu mencari
shahdu yang tak tau kemana harus dituju.
Setiap
pagi mereka selalu mengisahkan itu padaku Ibu.
Hingga-hingga
Aku terpana mencari yang fana yang kadang tak pernah ada buu,
atau
bahkan lebih kejam melebihi durjana.
Sayup-sayup
syahdu memang kutahu kemana harus kuburu,
tapi
terkadang badan Ku membisu tak mau dirayu memaksa menuju memburu surgamu itu
Ibu.
Sayap-sayapku
rapuh bersama gugurnya helaian bulu sayap estafekku
menuju
gerbang surga yang dijanjikan ilahi yang dikisahkan terbenam dikaki manusia
bergelar ibu.
Tulang-tulangku
kaku bak serdadu takbisa diadu
semua
serasa pilu ibuu.
Tak
bisa kubertanya karna tanyaku tak sudi dijawab
oleh
waktu durjana yang menjadikanku bagaikan sida-sidanya.
Buuu….
Mentari
masih mengisahkan hal yang sama buuu..
tidak
merubah plot ataupun tokoh yang di dawaikan ditelingaku.
mataku
disapu dengan kegerlapan yang tidak sudi mencetuskan namamu diotak ku.
Dalam
rilih kubertanya padamu Ibu
Mungkinkah
kepalaku diisi jerami-jerami busuk layaknya bangkai bernanah tak bertuan.
Mungkinkah sayapku hina ketika harus mengeprak mencari bingkisan surga yang
dikisahkan itu.
Buuu…
Kisahkan
ceritaku ibu.
Kisahkan
kembali dari apa yang telah dikebirikan
waktu
sehingga
aku lupa siapa aku dan dirimu.
Buu…pusara
yang terakhir ku alamatkan dalam mengantar petimu hari itu membuatku ragu akan
jumlah budi yang kubarter denganmu itu tak cukup mengantarku ke surga itu.
iyaa
bu.
surga
yang dikisahkan itu, yang di selundupkan oleh waktu yang gelarnya masih sama.
Durjana.
Buuu…
lebarkan sayapmu menitihku bila kau sudi mendermakan surga itu untukku ibu.
Aku
yang tak tau malu menengadah iba yang kini berkata rela mewakafkanku menjadi
sida-sidamu Ibu.
Telatkah
itu bu ketika pusaramu tertutup tanah merah dengan surgaku yang masih ambigu
terbenam rapat bersama kaki dan sayap surgaku itu.
Ulee Kareng, 22 Desember 2015
Buah pena, M Yusrizal Latief
Ulee Kareng, 22 Desember 2015
Buah pena, M Yusrizal Latief
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs
Post a Comment