Melihat
dari sisi sejarahnya, Kedah merupan sumber terbesar akan kekayaan
dari berbagai aspek sejarah. Banyak segi sejarah yang tidak habisnya
kalau diteliti, mulai dari sejarah prasejarah hingga kesejarah
modern. Telah lama Kedah dikenal oleh penduduk dunia, mulai dari
timur hingga kebarat. Maka tidak heran kalu ada lembaga tersendiri
yang meneliti tentang sejarah, salah satunya adalah Persatuan
Sejarawan Malaysia Cawangan Kedah (PSMCK). Lembaga ini difasilitasi
dengan layaknya oleh pemerintah untuk melestarikan
peninggalan-peninggalan sejarah, misalkan seperti penelitian terhadap
situs dan kunjungan/tour sejrah yang jangkauannya tidak hanya
disekitaran kedah saja melainkan sampai keluar negri dengan maksud
dan tujuan untuk penunjang sumber sejarah yang ada di Kedah itu
sendiri. Sehingga tidak heran mereka-mereka para sejarawan memiliki
andil yang kuat terhadap pelestarian kesejarahannya Malaisya dan
kedah pada khususnya.
Nama
kedah terkenal pada abad keenam Masehi tercatat dalam berbagai
catatan orang-orang asing yaitu India, Timur Tengah dan China.
Seorang sami Budha China, I-Tsing pada tahun 67 Masehi yang pernah
singgah di pelabuhan Kedah mengatakan betapa ramainya pedagang China
di kawasan itu. Nama kedah juga tidak luput dari amatan para pelayar
Arab dan Persia (Iran) berkisaar era 844-848 Masehi salah satunya
ialah Ibnu Khordhabeh yang memberikan catatan bahwa Kedah pada masa
itu banyak menghasilkan gajah, gading, timah, kapur barus, lada dan
rempah-rempah lainnya. Perkembangan pelayaran dan perkembangan di
kawasan kedah berkembang cukup pesat sehingga tidak menutup
kemungkinan pedagang pedagang luar untuk singgah dan berdagang
dikawasan Kedah. Dalam catatan Wan Shamsudin Mohd Yusof dalam bukunya
yang berjudul "Kedah Dalam Warisan Sejarah dan Budaya Nusantara"
menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Shah II
(sultan kedah ke dua belas, 1602-1619) armada Aceh pun pernah
menyerang Kedah dan memusnahkan ladang-ladang lada hitam di daratan
Kedah dan di Pulau Langkawi atas alasan Kedah mencoba bersaing dengan
Aceh dalam penanaman dan penghasilan lada hitam yang waktu itu
dimonopoli oleh Aceh.
Maka
tidak heran ketika para-para sejarawan/peneliti Kedah Malaysia datang
berkuncung hingga ke Aceh dalam rangka tour wisata sejarah. Tekat dan
ambisi mereka adalah menguak tiap-tiap sejarah yang masih
tersembunyi. Untuk melakukan touring sejarah tersebut bukanlah hal
yang mudah untuk dilakukan, salah satunya adalah mengenai faktor dana
dan relasi dengan daerah yang dituju, karna tujuan utamanya adalah
penelitian sejarah.
Pada
tanggal 5 Juni hingga 9 Juni 1994 untuk kali pertama, rombongan jejak
sejarah dan Lawatan Sambil Belajar (Lasbela) Persatuan Sejarah
Malasysia Cawangan Kedah Darus Aman (PSMCK) telah berkunjung ke Aceh.
Para rombongan mendatangi komplek makam kesultanan Perlak- Pasai di
Aceh Utara termasuk makam Sultan Malik As-Saleh. Hingga rombongan pun
mengadakan kunjungan hormat terhadap gubernur Aceh dikantornya. Tidak
puas hanya disitu saja, kedatangan para sejarawan tersebut juga
menghadiri majelis silaturrahim dengan masyarakat yang berasal dari
keturunan rakyat Kedah yang pernah ditawan oleh armada Aceh ketika
mengalahkan Kedah pada tahun 1619.
Dengan
seringnya pelancong-pelancong sejarah yang menguncungi Aceh Serambi
Mekkah ini dan salah satunya adalah Persatuan Sejarah Malaysia
Cawangan Kedah (PSMCK), penulis mengamati dan berkesimpulan bahwa
betapa bagus pemfasilitasi terhadap sejarawan-sejarawan
Malaysia-Kedah oleh pemerintah negara dan daerah tersebut. Sehingga
tidak menutup pergerakan sejarawan untuk meneliti dan mengkaji
sejarah negara dan wilayahnya sendiri.
Dari
sini menggambarkan betapa Kedah-Malaysia tidak menganak tirikan yang
namanya para sejarawan dan juga peninggalan-peninggalan sejarah dari
negaranya. Karna pada hakikatnya semboyan yang mengatakan "negara
yang maju dan besar adalah negara yang menghargai sejarahnya",
dengan semboyan tersebut penulis rasa para pemimpin Kedah-Malaysia
telah tergugah sehingga tidak sedikitpun memberikan hambatan bagi
pergerakan sejawan untuk melakukan penelitian yang juga memakan dana
yang tidak sedikit. Katakanlah penggalian sebuah situs yang sudah
tertimbun tanah ratusan ribuan tahun yang lalu, dana dalam menempuh
perjalanan yang tidak dekat dan keperluan penunjang lainnya.
Penulis,
M
Yusrizal. Mahasiswa FKIP Sejarah Unsyiah
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs
Post a Comment