-->

SEMANGAT SAKTI

SEMANGAT SAKTI
(Oleh; M. Yusrizal)


“Sengaja saya simpan, agar ini menjadi pertanyaan bagi saya sendiri, ‘Kenapa dulu bisa? Kenapa sekarang tidak?’” begitu jawab Drs. Teuku Abdullah, S.H., MA ketika saya menanyakan mengapa ia begitu banyak menyimpan naskah. Lelaki yang umurnya tergolong senja ini masih sibuk mengobrak-abrik naskah lama tentang Aceh di teras rumahnya. Sesekali saya meminta izin untuk membaca beberapa arsip pribadi beliau, seperti struk pengiriman uang dari orang tuanya di Pidie, saat ia menempuh pendidikan magister di Yogyakarta. Selain itu, juga ada surat dari teman-temannya di Aceh dan Malaysia yang mengagumi tulisan T.A Sakti−nama penanya−yang sering dimuat di media.

Di lingkungan Universitas Syiah Kuala, ia kerap disapa dengan sebutan Pak TA. Lelaki kelahiran Kecamatan Sakti, Pidie 13 September 1954 ini, aktif mengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah. "Apa bermusabab bapak lahir di Kecamatan Sakti, sehingga nama bapak ada Sakti-nya?” tanya saya di sela-sela menyibak arsip penting beliau. Di luar hujan belum juga berhenti. Mau tidak mau saya harus berteduh sejenak di rumahnya. Pak T.A tidak menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. Ia sibuk menyibak arsip seperti ada sesuatu yang ia cari. Sesudah ia menemukan, segera disodorkan secarik kertas kuning lusuh itu kepada saya. "Ini dia jawabannya. Anda bisa membacanya di situ,” Saya mengambil kertas itu dan terperanjat saat membacanya. Kertas itu berisi surat yang ditulis oleh Ali Hasjmy, pendiri Kopelma Darussalam. Dalam suratnya, Hasjmy menyarankan agar Teuku Abdullah menggunakan nama pena T.A. Sakti. Hal ini bertujuan agar tulisan T.A Sakti yang menghiasi koran nasional dan lokal dapat lebih dikenal masyarakat luas.

"Pak Hasjmy kagum dengan tulisan-tulisan saya semasa kuliah di Yogya. Namun, beliau menyesali nama saya di koran yang kerap gonta-ganti. Awalnya saya merasa bangga menggunakan nama samaran. Semenjak menerima surat dari Ali Hasjmy, saya resmi membakukan nama pena menjadi T.A. Sakti. Nama itu beliau yang sarankan,” jawabnya sambil tersenyum. Sedari dulu T.A Sakti merupakan pegiat kebudayaan di bidang hikayat Aceh. Banyak sudah hikayat yang dialihaksarakan olehnya. Dari aksara Arab Jawi menjadi aksara latin berbahasa Indonesia. Selain itu, di depan rumahnya di Tanjung Selamat, Darussalam terdapat pondok yang diberi nama balee tambeh. Pondok ini menjadi saksi sejarah lahirnya berbagai tulisan kebudayaan dan hikayat karangan T.A Sakti. Di tempat ini juga digalakkan pengajian Arab Jawi.

Berkat kegigihannya dalam melestarikan kebudayaan Aceh, beliau dianugerahkan beberapa penghargaan besar, seperti Kehati Award 2001 dari Yayasan Kehati (Keanekaragaman Hayati Indonesia), Bintang Budaya Parama Dharma dari Pemerintah RI tahun 2003, Penulis Terbaik Sastra Aceh tahun 2003 dari Dinas Kebudayaan NAD, hingga Anugerah Budaya Tajul Alam dari Pemerintah Aceh tahun 2009.

Mengisi masa tuanya−walau harus bertongkat akibat kecelakaan lalulintas di Yogyakarta tahun 1985−T.A Sakti masih sibuk mengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah, Unsyiah. Lelaki ini selalu diantar oleh ojek pribadinya sampai dituntun ke dalam kelas. Bagi saya ini perjuangan heroik T.A Sakti untuk berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Beliau dikenal dosen yang sangat disiplin dalam mengajar. Ia juga memiliki sifat rendah hati dan penyayang, sehingga banyak mahasiswa yang merindukan kehadirannya. 'Selama masih muda, teruslah berbuat baik, lahirkan banyak karya positif. Lihatlah saya yang sudah renta ini, sudah mulai terbatas dalam bergerak dan berbuat banyak untuk kebajikan,” itu pesan yang beliau sampaikan sebelum saya pulang. Di luar hujan mulai reda. Matahari mulai bergerak menuju barat. Sebentar lagi Maghrib akan tiba. Perasaan bergemuruh. Saya pulang dengan semangat baru. Semangat Sakti. []

Note:
Tulisan ini pernah dimuat pada majalah Warta Unsyiah. Bagi pengunjung Aksara Pase yang berkeinginan membaca majalahnya bisa di-download di SINI.

Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs



Baca Juga:

Langganan Via Email

Post a Comment

Copyright © | by: Me