-->

Jihadis kah atau Radikalis

Jihadis kah atau Radikalis
(Oleh : M Yusrizal)


Mulai tak asing kata-kata teroris di setiap telinga masyarakat Indonesia, mulai dikenal dengan teroris bertaraf internasional awal-awalnya, kemudian mulai masuk ke kancah nasional sendiri. Teroris memang identik dengan orang-orang yang menentang suatu aturan dengan cara kekerasan, baik itu meracuni idiologi-idiologi adaupun kekerasan secara fisik. Penembakan, pengeboman, penculikan itu sudah jadi ciri khas dari komplotan teroris kalau kita menanyakan itu pada seseorang.
Justifikasi terhadap Islam
Namun yang jadi tidak enak didengar dari mulut ke mulut ataupun dari media-media, teroris itu lebih di condongkan kepada suatu pergerakan Islam atau lebih di kenal dengan jihadis. Lagi-lagi agama yang dikambing hitamkan atau lebih tepatnya Islam lah sebagai agama yang di klaim sebagai ajaran yang anarkis di permukaan bumi. Buktinya saja sangat jarang bahkan tidak ada terdengar suatu organisasi terlarang yang mengatas namakan agama-agama lainnya selain Islam. Memang tidak bisa dipungkiri ketika pergerakan-pergerakan teroris yang muncul di berbagai belahan dunia menobatkan dirinya sebagai jihadis-jihadis Islam.
Timur tengah merupakan ladang subur tumbuhnya pergerakan-pergerakan tersebut, contohnya saja Al-Qaedah yang lahir pada tahun 1988 atas bentukan Osama bin Laden yang katanya menganut idiologi Sunni. Kemudian Boko Haram yang lagi-lagi muncul di Negara yang jumlah penduduk muslimnya dikategorikan rendah, yaitu di Nigeria sebagai markas besarnya dan kini wilayah operasi telah meluas hingga ke Kamerun Utara. Kelompok radikal ini beridiologikan Ekstremisme Islam Fundamentalisme Islam Wahabisme Takfir yang akibat operasinya dari tahun 2002-2013 telah menewaskan 10.000 orang, beratus atau bahkan ribuan orang terutama wanita dan anak-anak di culik tanpa alasan yang jelas. Dan dalam dekade terakhir ini dunia digemparkan lagi dengan bentukan suatu organisasi teroris mengatas namakan dirinya sebagai Islamic State of Iraq and Al-Sham (Suriah) yang disingkat dengan ISIS, yang katanya sebagi kelompok ekstremis yang mengikuti idiologi garis keras Al-Qaidah yang lagi-lagi disebut sebagai pergerakan jihadis. Aksi ISIS banyak dikecam oleh dunia Internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB menyebutkan lebih dari 2.400 warga Iraq yang mayoritas warga sipil tewas dan tidak kurang dari 30.000 warga kota kecil di Timur Suriah harus mengungsi karena kehilangan tempat tinggal. Bahkan pengeboman di Jakarta tepatnya di kawasan Sarinah 14 Januari 2016 silam ISIS lah yang mengklaim bertanggung jawab. Kelompok Santoso juga sekarang lagi perhatian khusus pemerintah Indonesia. Dari sini kita sudah sangat paham bahwa organisai radikal bukan hanya terdapat di kawasan Timur Tengah saja namun telah masuk dan berkembang di Indonesia.
Disini saya tidak akan membahas lebih detail tentang seluk-beluk organisasi-organisasi yang dikatakan teroris tersebut. Saya hanya ingin bergumam sedikit mengenai paradigma masyarakat yang sedang berkembang sekarang ini terhadap nama baiknya Islam sebagai agama terbesar di dunia. Semenjak kemunculan kelompok-kelompok radikal tersebut, Islam seakan-akan dikenal sebagai agama yang ekstrim, agama yang mengutamakan kekerasan dalam setiap masalah, agama yang tidak memiliki toleransi terhadap tumbuh kembangnya agama-agama lainnya di dunia. Nama Islam semakin tercoreng ketika nama-nama kelompok radikal tersebut berbahasakan Arab, berbenderakan Kalimah Syahadah dan lain sebagainya yang sangat menonjolkan ciri khasnya Islam. Dari situlah persepsi-persepsi negativ terhadap Islam kian merambah, dunia dan orang-orang mulai waspada terhadap Islam yang katanya akan mengancam keselamatan mereka-mereka yang non muslim, anak-anak dari mereka mulai di wanti-wanti sejak dini terhadap Islam.

Pemahaman yang salah
Sebagai seorang muslim, saya tidak setuju dengan penobatan Islam sebagai agama yang anarkis. Penobatan-penobatan tersebut seakan-akan di jatuhkan tanpa mengkaji dan meneliti terlebih dahulu, atau memandang suatu permasalahan dari satu sisi atau bahasa kasarnya mengatakan pandangan yang menggunakan kacamata kuda. Tidak melihat dan mempelajari dengan sesungguhnya apa itu Islam, bagaimana ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, apakah Islam mengajarkan kekerasan atau tidak. Itu semua tidak di hiraukan oleh mereka-mereka yang mendoktrin Islam itu anarkis. Kemudian hal lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana latar belakang dari organisasi radikal tersebut terbentuk, apakah murni karena dorongan Islam untuk berjihat atau karena materil yang di gadang-gadang berjumlah besar, atau bahkan bentukan tersebut di dalangi oleh pihak-pihak yang menginginkan kehancuran Islam dengan cara mendistorsikan bahwa kekerasan yang dipraktekkan itu adalah ajaran Islam yang hakiki.
Hal utama yang harus di kuak adalah pendistorsian (pemutar balikkan suatu fakta) mengenai bentukan kelompok-kelompok jihadis ini. Terlalu tidak masuk akal ketika aksi-aksi teror yang dilakukan diluar kemanusian, pembunuhan, pembantaian dan lain sebagainya. Padahal Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan termasuk juga kekerasan kepada yang non muslim. Dan satu hal lagi yang paling bersebrangan dengan ajaran Islam mengenai aksi bom bunuh diri yang di lancarkan oleh kelompok-kelompok tersebut. Islam memang mengajarkan untuk membela diri dari ancaman-ancaman yang mengancam keselamatan jiwa, agama, harta, keturunan dan akal yang kelima hal tersebut dikenal dengan sebutan Makasis Syari’ah. Namun mengenai bom bunuh diri yang dilakukan tersebut sungguh di luar pemahaman dari apa yang di ajarkan Islam sebenarnya, selain tidak tau siapa yang harus dilawan dan di balik itu orang-orang yang tidak bersalah juga harus kena imbasnya. Ini sungguh bukan ajaran Islam, namun ajaran siapakah itu perlu dipertanyakan.
Raja Jordania Abdullah II dalam debat umum sidang majelis umum PBB di markas besar PBB, New York, senin (28/09/2015) mengatakan “Didalam masyarakat muslim global, 1,7 miliar lelaki dan perempuan, seperempat umat manusia. Gerombolan penjahat hari ini tak lebih setetes air di samudra, tetapi tetesan racun dapat meracuni juga”.

Manusia bukanlah malaikat yang selama ditiupkannnya roh tidak pernah berbuat dosa, begitu juga dengan orang-orang yang menganut ajaran Islam bukan tidak mungkin untuk tidak melakukan kesalahan atau dosa. Walaupun Islam adalah agama yang sempurna, begitu yang tercantum dalam Qur-an Surat Al-Maidah ayat 3 dan beberapa surat dan hadis Nabi Muhammad SAW lainnya yang harus diikuti dan di imani oleh setiap pengikut Islam. Mengenai pergerakan-pergerakan teroris yang banyak mencorengkan nama baik Islam sebenarnya terjawab sudah dari Speak Raja Yordania Abdullah II pada lain kesempatan di depan parlemen Eropa, yang inti dari pidatonya tersebut adalah “ Saya muslim, agama saya adalah Islam, Islam adalah agama yang sempurna, tetapi tidak dengan saya, jadi ketika saya melakukan kesalahan maka jangan salahkan agama saya, tapih salahkanlah saya. 1.000 tahun yang lalu tentara muslim diminta untuk tidak membunuh wanita, anak-anak, orang tua, pohon, bukan untuk menghancurkan gereja, synagog dan tempat-tempat dimana orang-orang berdo’a kepada tuhan. Ini adalah Islam, jangan biarkan siapapun memisahkan kita, bersama-sama kita dapat membuat fondasi perdamaian”. Pidato ini mencengangkan parlemen eropa dan di akhiri dengan tepuk tangan meriah dari setiap anggota parlemen yang ikut hadir pada hari itu. Saya rasa inilah solusi dari setiap aksi-aksi teroris yang mencorengkan nilai Islam dimata dunia internasional, tinggal bagaiman kita dan orang-orang non muslim lainnya menyikapi permasalahan ini.

Mahasiswa Pendidikan Sejarah,
di Universitas Syiah Kuala.
myusrizallatief@gmail.com

Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs



Baca Juga:

Langganan Via Email

Post a Comment

Copyright © | by: Me