Jangan Buat Aku Bertengkar, Geunaseh
Geunaseh, aku hendak mengucapkan sesuatu. Tolong kamu
dengar dengan seksama. “Sungguh tidak adil mencintai itu hanya sebelah pihak”.
Cukup Geunaseh, aku hanya ingin mengucapkan itu saja.
Kurasa, aku sudah cukup berusaha untuk meyakinkan bebatuan
hatimu yang keras itu, bahwa aku memang benar ingin datang padamu. Hal itu
sudah sangat lama Geunaseh, dan engkau sudah cukup tahu.
Alasan-alasan pematah citaku sudah cukup banyak kamu tembak
ke mukaku. Mulai dari alasan engkau masih berkubang pada kubangan hati yang
pernah membuat air matamu berkubang, sampai dengan alasan engkau membawa nama
Tuhan bahwa pasangan hidup makhluk biar Pemilik Semesta yang menentukan.
Alasan pertamamu aku tidak akan bicara banyak. Cukup dengan
kalimat “aku menunggumu sampai engkau bangkit untuk keluar dari lumpur kotor
itu.” Dalihmu yang kedua membawa nama Tuhan, dan aku benar-benar bungkam.
Geunaseh, aku memahami bahwa Rabbana mempunyai kuasa akan
apa-apa, termasuk mengikatmu padaku bukan? Coba kamu berfikir Geunaseh, bahwa
engkau menghindar dari nasi yang hendak diberi, padahal engkau sungguh lapar.
Apa mungkin Rabbana akan mengantar hidangan itu untukmu, tidak Geunaseh. Maaf
aku terlalu banyak bicara tentang Tuhan di sini, maklum saja tanpa
sepengetahuanmu aku terlalu banyak membicarakanmu pada Tuhan. Pada setiap
sujudku. Setiap lafaz namanya selalu
kusirat namamu.
Geunaseh, Tuhan tahu bahwaku hanya mencari besar
kemungkinan, bukan kepastian. Ya, besar kemungkinan aku dan kamu jadi kita.
Masalah kepastian tuhan memang tidak pernah mengabarkan itu pada makhluk
apapun, termasuk aku, juga kamu.
Maka dari itu aku tidak salahkan mengajakmu untuk
membesarkan kemungkinan? supaya Tuhan mengikat kita nantinya. Lewat ikatan
seperangkat alat salat yang kubayar tunai di depan orangtuamu.
Aku tidak ingin jadi species makhluk yang pesimis. Apa-apa masalah,
mulutnya selalu berucap “serahkan saja pada Tuhan,” tanpa dibarengi dengan doa
dan usaha yang kuat. Kuharap engkau tidak terlahir dari species mahluk rendahan
seperti itu. Maaf.
Aku tahu Geunaseh, engkau memang menyimpanku di sudut
hatimu, rapi sekali engkau melipatnya. Untuk itu aku mengucapkan terimakasih
yang tak terkira. Engkau mengulum-ngulum itu di depanku. Mencari-cari celah
agar obrolan kita tidak bermuara pada citaku padamu. Cita, aku mencintaimu dan
engkau mencintaiku.
Ketika engkau menyimpanku di sudut hatimu, aku menyimpanmu
di separuh jiwaku. Aku ingin bernas dengan semangatmu, aku ingin melihat
semesta dengan gairahmu, aku ingin mencinta persis dengan cinta hatimu.
Geunaseh, kalau saja Rabbana menyisakan hanya satu
pertanyaan lagi untuk kutanyakan, tentu saja aku akan menanyakan kenapa engkau
terlalu rapi menyimpan cintaku?
Aku hanya takut satu hal saja Geunaseh. Barang yang terlalu
lama disimpan akan membusuk, dan akhirnya dia hilang dalam peradaban, peradaban
hatimu. Dan aku tidak bercita begitu.
Aku akan memberi tahumu satu hal. Aku tidak pergi
kemana-mana, sebab aku tahu engkau menyimpanku di sudut sana. Boleh aku minta
tolong padamu Geunaseh? Tolong jangan buat aku terus bertengkar dengan diri
sendiri. Bertengkar untuk pergi atau menunggumu Geunaseh. Dan sekarang bisa
saja aku jadi species terlemah yang dilahirkan ke jagat raya. kalaupun iya,
berarti engkau pelakunya.
Gampong Laksana, 30 Desember 2018
M Yusrizallatief
teruntuk Geunaseh
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs
Post a Comment