-->

Jadikan Sabet, Desa Sadar Wisata (Kopi)




Jadikan Sabet, Desa Sadar Wisata (Kopi)
(Oleh: M Yusrizal)
Berkunjung ke wilayah Aceh bagian barat, maka jangan pernah melangkahi bumi Aceh Jaya begitu saja tanpa singgah ke Sabet. Sebab di sinilah anda bisa menyeruput kopi yang sebenar-benarnya kopi Aceh. Sebelum saya menyurahkan terlalu panjang tentang kopi, mari beberapa penggal aksara kita mengenal Sabet terlebih dahulu.

Sabet adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Berbicara geografis, orang-orang akan lebih familiar menggolongkan Sabet dalam kawasan Lamno. Hal ini tidak terlepas dari tersohornya Lamno sebagai lumbung Si Mata Biru. Nah, berbicara Si Mata Biru kita harus sedikit berbicara sejarah.

Sejarah Lamno (Sabet)
Surah sejarahnya begini; Ketika kapal Portugis berlayar di lautan Aceh dalam mencari rempah-rempah maka terjadilah perang dengan kapal Inggris. Inggris melepaskan tembakan akan kapal Portugis dengan maksud dan tujuan hendak memonopoli perdagangan emas hitam (rempah-rempah) di kawasan Nusantara dan Selat Malaka secara khususnya.

Singkat cerita, kapal Portugis karam. Banyak dari awak kapal Portugis yang mati dan sebagiannya lagi terdampar dengan selamat ke kawasan pantai Lamno. Kesultanan Aceh menahan para awak kapal Portugis sebagai tawanan perang. Maklum, kerajaan Aceh yang berlandaskan Islam menggelarkan Portugis sebagai kafir/kaphee. Waktu berlalu tahanan Portugis pun tak ujung dijemput oleh utusan kerajaan Portugis. Maka keluarlah maklukumat pilihan dari kesultanan Aceh; Tahanan akan dilepas dan diterima sebagai warga dari kesultanan Aceh dengan syarat mereka harus memeluk agama Islam, atau apabila para tahanan tidak mengindahkan maklumat untuk memeluk Islam mereka akan tetap ditahan.

Tahanan Portugis memutuskan untuk memeluk Islam dan berbaur dengan masyarakat Lamno. Maka terjadilah perkawinan dengan pribumi Lamno yang melahirkan keturunan ke barat-baratan; bermata biru, bahkan ada yang berambut pirang.

Kembali lagi ke kopi Desa Sabet. Desa yang dikelilingi oleh perbukitan Gunung Gurutee.

Kopi Sabet
Masyarakat Desa Saabet pada umumnya menopang perekonomian dengan bertani. Mulai dari bercocok tanam padi, pinang, durian (jangka panjang), dan kopi. Mata pencaharian sebagai petani kopi adalah ujung tombak perekonomian Sabet. Hampir semua masyarakat memiliki lahan kopi. Rutinitas masyarakat banyak dihabiskan di kebun kopi; mulai dari menanam, mengurus tanaman kopi, hingga memanennya.

(Proses Penjemuran Kopi Sabet)

Setiap orang yang berkunjung ke Desa Sabet pemandangan masyarakat menjemur kopi di sepanjang pinggiran jalan menjadi hal yang biasa terlihat. Maka hamparan biji-biji merah hingga biji-biji berwarna kehitaman menghias jalanan Sabet. Aroma kopinya akan menggugah siapa saja yang melintas jalanan Sabet.

Kopi Sabet masuk dalam kategori kopi Robusta, atau biasa dikenal dengan kopi dataran rendah. Kopi ini biasanya dapat ditandai dari proses penjemuran tanpa mengupas kulit luarnya terlebih dahulu, dengan tujuan untuk mempertinggi kafein yang terkandung dalam biji kopi. Sehabis dipetik dari pohonnya, biji-biji kopi langsung dijemur tanpa perlu pengolahan terlebih dahulu.

Kopiku Bukan Kopiku
Ayam punya telur, Sapi punya nama. Begitulah kira-kira kalimat yang layak untuk disematkan kepada Kopi Sabet. Bumi Sabet melahirkan kopi-kopi berkualitas dari tanah suburnya. Kopi Robusta ini dikandung Sabet dan dipapah oleh tangan masyarakat Sabet. Sayangnya Sabet hanya sekedar melahirkan kopi-kopi mentah saja tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Biji kopi ini kemudian dikirim ke kawasan Ulee Kareng Banda Aceh untuk diolah menjadi bubuk kopi. Maka tak heran nama yang dilabelkanpun menjadi Kopi Ulee Kareng dan Kopi Solong.
Kopi Ulee Kareng dan Kopi Solong sudah meng-Indonesia dan dapat menyaingi kopi-kopi lainnya di Indonesia, seperti halnya Kopi Toraja, Kopi Gayo, dan jenis kopi lainnya. Pak Ansari sendiri sebagai petani kopi Desa Sabet menyayangkan hal seperti ini. “Masak kopinya ditanam di Sabet tetapi penamaannya sudah nama Ulee Kareng dan nama Solong,” begitu tutur pria kelahiran Sabet ini yang sudah berumur 50 tahun-an.
(Kopi Sabet yang sudah diseduh)

Memang tidak bisa dipungkiri ketika penamaan kopi ini tidak sesuai dengan nama daerah kopi itu tumbuh. Hal ini menjadi tugas bagi masyarakat Sabet dan Pemerintah Aceh Jaya pada khususnya. Sabet harus melahirkan bubuk kopi yang langsung diproduksi di Sabet. Dengan gebrakan ini Sabet akan lebih dikenal oleh dunia luas melalui kopi-nya. Melabelkan Kopi Sabet juga bermuara pada menjadikan Sabet sebagai desa sadar wisata kopi, mengingat kopi Sabet merupakan salah satu kopi berkualitas tinggi di Aceh dan bisa dikatakan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya penelitian dari beberapa negara luar akan Kopi Sabet. Penelitian Kopi Sabet pernah dilakukan oleh negara Australia, Singapura, Jepang, dan Malaysia. Para delegasi negara-negara ini mencoba mempelajari cara penanaman kopi, perawatan, hingga pemanenan kopi. Hal ini sudah sangat menguatkan bahwa tanah bertuah Sabet punya potensi kuat untuk dikenal, bukan hanya di Indonesia tetapi oleh dunia Internasional berkat kopinya.







Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs



Baca Juga:

Langganan Via Email

Post a Comment

Copyright © | by: Me