Berkunjung ke wilayah Aceh bagian barat, maka jangan
pernah melangkahi bumi Aceh Jaya begitu saja tanpa singgah ke Sabet. Sebab di
sinilah anda bisa menyeruput kopi yang sebenar-benarnya kopi Aceh. Sebelum saya
menyurahkan terlalu panjang tentang kopi, mari beberapa penggal aksara kita
mengenal Sabet terlebih dahulu.
Sabet adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Jaya,
Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh. Berbicara geografis, orang-orang akan lebih
familiar menggolongkan Sabet dalam kawasan Lamno. Hal ini tidak terlepas dari
tersohornya Lamno sebagai lumbung Si Mata Biru. Nah, berbicara Si Mata Biru
kita harus sedikit berbicara sejarah.
Sejarah Lamno (Sabet)
Surah sejarahnya begini; Ketika kapal Portugis
berlayar di lautan Aceh dalam mencari rempah-rempah maka terjadilah perang
dengan kapal Inggris. Inggris melepaskan tembakan akan kapal Portugis dengan
maksud dan tujuan hendak memonopoli perdagangan emas hitam (rempah-rempah) di
kawasan Nusantara dan Selat Malaka secara khususnya.
Singkat cerita, kapal Portugis karam. Banyak dari awak
kapal Portugis yang mati dan sebagiannya lagi terdampar dengan selamat ke kawasan
pantai Lamno. Kesultanan Aceh menahan para awak kapal Portugis sebagai tawanan
perang. Maklum, kerajaan Aceh yang berlandaskan Islam menggelarkan Portugis
sebagai kafir/kaphee. Waktu berlalu
tahanan Portugis pun tak ujung dijemput oleh utusan kerajaan Portugis. Maka keluarlah
maklukumat pilihan dari kesultanan Aceh; Tahanan akan dilepas dan diterima
sebagai warga dari kesultanan Aceh dengan syarat mereka harus memeluk agama Islam,
atau apabila para tahanan tidak mengindahkan maklumat untuk memeluk Islam
mereka akan tetap ditahan.
Tahanan Portugis memutuskan untuk memeluk Islam dan berbaur
dengan masyarakat Lamno. Maka terjadilah perkawinan dengan pribumi Lamno yang
melahirkan keturunan ke barat-baratan; bermata biru, bahkan ada yang berambut
pirang.
Kembali lagi ke kopi Desa Sabet. Desa yang dikelilingi
oleh perbukitan Gunung Gurutee.
Kopi Sabet
Masyarakat Desa Saabet
pada umumnya menopang perekonomian dengan bertani. Mulai dari bercocok tanam
padi, pinang, durian (jangka panjang), dan kopi. Mata pencaharian sebagai
petani kopi adalah ujung tombak perekonomian Sabet. Hampir semua masyarakat memiliki
lahan kopi. Rutinitas masyarakat banyak dihabiskan di kebun kopi; mulai dari menanam,
mengurus tanaman kopi, hingga memanennya.
(Proses Penjemuran Kopi Sabet) |
Setiap orang yang berkunjung ke Desa Sabet pemandangan masyarakat menjemur kopi di sepanjang pinggiran jalan menjadi hal yang biasa terlihat. Maka hamparan biji-biji merah hingga biji-biji berwarna kehitaman menghias jalanan Sabet. Aroma kopinya akan menggugah siapa saja yang melintas jalanan Sabet.
Kopi Sabet masuk dalam kategori kopi Robusta, atau
biasa dikenal dengan kopi dataran rendah. Kopi ini biasanya dapat ditandai dari
proses penjemuran tanpa mengupas kulit luarnya terlebih dahulu, dengan tujuan untuk
mempertinggi kafein yang terkandung dalam biji kopi. Sehabis dipetik dari
pohonnya, biji-biji kopi langsung dijemur tanpa perlu pengolahan terlebih
dahulu.
Kopiku Bukan Kopiku
Ayam punya telur, Sapi punya nama. Begitulah kira-kira kalimat yang layak
untuk disematkan kepada Kopi Sabet. Bumi Sabet melahirkan kopi-kopi berkualitas
dari tanah suburnya. Kopi Robusta ini dikandung Sabet dan dipapah oleh tangan masyarakat
Sabet. Sayangnya Sabet hanya sekedar melahirkan kopi-kopi mentah saja tanpa adanya
pengolahan terlebih dahulu. Biji kopi ini kemudian dikirim ke kawasan Ulee
Kareng Banda Aceh untuk diolah menjadi bubuk kopi. Maka tak heran nama yang dilabelkanpun
menjadi Kopi Ulee Kareng dan Kopi Solong.
Kopi Ulee Kareng dan Kopi Solong sudah
meng-Indonesia dan dapat menyaingi kopi-kopi lainnya di Indonesia, seperti
halnya Kopi Toraja, Kopi Gayo, dan jenis kopi lainnya. Pak Ansari sendiri
sebagai petani kopi Desa Sabet menyayangkan hal seperti ini. “Masak kopinya
ditanam di Sabet tetapi penamaannya sudah nama Ulee Kareng dan nama Solong,”
begitu tutur pria kelahiran Sabet ini yang sudah berumur 50 tahun-an.
(Kopi Sabet yang sudah diseduh) |
Memang tidak bisa dipungkiri ketika penamaan kopi ini
tidak sesuai dengan nama daerah kopi itu tumbuh. Hal ini menjadi tugas bagi masyarakat
Sabet dan Pemerintah Aceh Jaya pada khususnya. Sabet harus melahirkan bubuk
kopi yang langsung diproduksi di Sabet. Dengan gebrakan ini Sabet akan lebih
dikenal oleh dunia luas melalui kopi-nya. Melabelkan Kopi Sabet juga bermuara
pada menjadikan Sabet sebagai desa sadar wisata kopi, mengingat kopi Sabet
merupakan salah satu kopi berkualitas tinggi di Aceh dan bisa dikatakan di Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan hadirnya penelitian dari beberapa negara luar akan Kopi
Sabet. Penelitian Kopi Sabet pernah dilakukan oleh negara Australia, Singapura,
Jepang, dan Malaysia. Para delegasi negara-negara ini mencoba mempelajari cara
penanaman kopi, perawatan, hingga pemanenan kopi. Hal ini sudah sangat
menguatkan bahwa tanah bertuah Sabet punya potensi kuat untuk dikenal, bukan hanya
di Indonesia tetapi oleh dunia Internasional berkat kopinya.
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs
Post a Comment