-->

Kenapa Engkau Kembali Membangunkan ku, Geunaseh?

Kenapa Engkau Kembali Membangunkan ku, Geunaseh?

Kenapa engkau berani membangunkanku, padahal aku sedang terlelap sejenak, istirahat. Berbulan-bulan yang lalu aku terlalu lelah. Berpeluh tak pernah kering. Hatiku terus bekerja keras membuka jalan-jalan setapak untuk menuju rumahmu. Belantara-belantara kutebas dengan parang tumpulku. Banyak kabar kudengar di belantara menuju rumahmu bertebaran hewan-hewan buas yang sudi mengancam nyawa siapa saja yang berani memasukinya. Bagiku itu sebuah guyonan, walau benar adanya.

Engkau sudah cukup paham akan cita-citaku. Ya, tinggal di rumahmu, hatimu maksudku. Tapi petakanya aku tidak pernah menemukan rumahmu. Belantara semakin gencar kau tanami. Aku tidak paham akan maksudmu. Mungkin itu sebuah kode alam yang kamu semai untukku bahwa aku tidak ada tempat untuk tinggal di rumahmu.

Kini aku akan bercerita, tolong kamu dengar ya Geunaseh. Ketika perlakuanmu seperti itu pada anak manusia ini apa engkau pikir ia akan balik arah? Tidak Geunaseh. Aku terus membabat belantara-belantara; menanjaki perbukitan dan gunung berbatu. Apa perlu kuceritakan satu hal lagi? Yasudah walau tak layak untuk kuceritakan, dengan ringan hati kukabarkan bahwa kakiku berdarah, parangku patah, kompasku kehilangan arah, sebab sesungguhnya rumahmu tidak akan kau bangun di bumiku. Kuharap suatu saat di manapun rumahmu itulah rumahku.

Ketika aku lelah mencari, aku beristirahat dalam belantara sebatang kara. Mustahil aku keluar Geunaseh. Sebab sekali aku berpetualang tidak ada kata pulang sampai langkahku selesai. Aku mati. Dan kali ini aku mohon maaf petualangku berada dalam koridor rimbamu.

Aku sempat tertidur sejenak. Melupakan rumahmu, melupakan mozaik wajahmu, melupakan sejenak citaku nanti bersamamu. Tidak lama aku terlelap dan aku terbangun, kamu yang berani membangunkan tidurku. Di mana kamu menemukanku? Aku tidak sempat menanyakan itu padamu Geunaseh. Wajah anggunmu hanya bisa kujelajah sejenak dengan mata sayu bangun tidurku, sesudah itu engkau lari pontang-lantang meninggalkan aku tanpa jejak. Di mana rumahmu? Kamu tahukan aku hendak bermuara ke situ.

Aku kembali menggila mencari jejakmu di setiap perjalanan. Tanpa parang mulai lagi kugerawang semak-semak. Kaki yang melepuh bukan sebuah batas jalanku.
Aku hendak bertanya satu hal sebelum nantinya aku kembali beristirahat diperjalanan. Apa cita-citamu membangunkan aku? Lalu dengan riangnya engkau lari dari hadapanku. Apa engkau tidak berfikir bahwa bangunku tanpa rumahmu adalah siksa bagiku. Maaf Geunaseh, aku tidak bermaksud menggelarkanmu sebagai algojo yang mencambuk tubuh dan jiwaku. Mungkin aku saja yang layak dikata gila.

Tapi tidak Geunaseh, kan sudah kutegaskan bahwa jelajahku tidak akan berhenti sampai ku mati. Seandainya itu terjadi maafkan aku Geunaseh, sebab jasadku jadi bangkai busuk di jalan menuju rumahmu.

Kopelma Darussalam, AAC Dayan Dawood
24 Desember 2018
Note: Untuk Geunaseh yang mengajarkanku berpetualang

Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs



Baca Juga:

Langganan Via Email

Post a Comment

Copyright © | by: Me