Ikan Jurung (Ikan
kerling) dan Kekeluargaan Masyarakat Desa Sabet
(Oleh; M Yusrizal & Tim Aksara The Light of Sabet)
Ikan jurung adalah jenis ikan air tawar. Ikan ini
biasanya hidup pada daerah aliran sungai (DAS) yang besar dan deras. Bentuknya
hampir menyerupai ikan mas. Ikan ini dapat dicirikan dengan warna putih
mengkilat pada sisiknya. Jurung masuk dalam kategori ikan yang banyak digemari
masyarakat pedesaan Indonesia. Di beberapa wilayah di Indonesia ikan ini
dibandrol dengan harga yang lumayan tinggi. Maka tak heran banyak dari penduduk
yang bermukim di kawasan bantaran sungai memanfaatkan pencarian jurung sebagai
penopang perekonomian. Ikan yang berhasil ditangkap akan di-rupiah-kan untuk
keperluan rumah tangga.
Berbicara ikan jurung maka jangan pernah melupakan
Desa Sabet. Masyarakat Desa Sabet menjadikan pencarian jurung sebagai mata
pencaharian sampingan mereka selain bertani kopi. Sabet adalah desa yang
terletak di kaki pegunungan Geurutee menjadikan letak geografis Desa Sabet, kecamatan
Jaya, Aceh Jaya berada di kawasan perbukitan. Banyak sungai yang membelah Aceh
Jaya, salah satunya adalah Krueng Kaleung dan Krueng Inoeng. Sungai deras,
besar, dan berbatu ini sangat mendukung akan hidup dan berkembangnya Ikan Jurung. Di kedua sungai inilah ikan mahal air tawar
ini hidup bertahta. Bagi masyarakat Sabet, ikan jurung dilakab dengan ikan
kerleng atau ikan kerling.
Masyarakat Sabet mencoba menjadikan ikan jurung
sebagai mata pencaharian sampingannya. Ikan hasil tangkapan masyarakat dikirim
ke berbagai rumah makan di kawasan Lamno. Dan masyarakat Lamno sudah sangat
paham akan endemiknya ikan jurung di Desa Sabet. Memang di beberapa desa di
Aceh Jaya seperti Pante Cermin, Pasie Raya, juga hidup ikan jurung ini, tetapi
tidak sebanyak dan senikmat ikan dari Sabet ini sendiri. Kalau ditanyakan
kenapa? Hal ini tidak terlepas dari letak geografis Sabet tepat berada di kaki
pegunungan Geurute, dan sungai yang membelah Sabet hulunya sangat dekat dengan
kawasan pemburuan jurung. Mungkin inilah yang menjadikan jurung Sabet banyak
digemari oleh masyarakat Lamno atau masyakat luar yang berkunjung ke negeri Si
Mata Biru ini.
Pemandangan warga mencari ikan tiap harinya sudah
menjadi hal biasa terlihat. Setiap rumah di Sabet tentu saja mempunyai
perlengkapan tangkap seperti kacamata selam, senjata untuk menembak ikan,
senter, dan jala tangan (palet, sawoek). Pencarian
ikan ini biasanya ditekuni oleh anak muda maupun orang tua, sedangkan anak-anak
lebih kepada menggeluti pemburuan udang dengan tingkat kesulitan medan sungai
yang rendah.
Jurung dan Kekeluargaan Masyarakat Sabet
Masyarakat Sabet menjadikan ikan jurung sebagai lauk
mewah di setiap acara desa, baik itu acara resepsi pernikahan, kenduri
kematian, dan kenduri-kenduri adat lainnya. Di
mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, begitulah kiranya bahasa yang
harus diucapkan tatkala hendak membicarakan adat di Desa Sabet. Sabet merupakan
desa yang masih sangat menjunjung adat gotong royong membantu sesama.
Dalam sebuah acara kenduri di Sabet, sehari sebelum
acara masyarakat beramai-ramai mencari ikan jurung ke sungai tanpa diupah.
Acara gotong royong membantu menyediakan lauk untuk empunya rumah dilakukan
pada sore menjelang malam dengan menempuh jarak sekitar 10 kilometer jalan kaki
membelah hutan belantara di sepanjang bantaran sungai. Pemburuan ikan biasanya
dilakukan oleh kaum muda. Cara memburu ikan jurung adalah dengan cara
menyelam dan menyinter ke dasar sungai.
Penyelam biasanya melengkapi diri dengan kacamata selam, senter, dan jala
tangan untuk menangkap si ikan eksotis ini.
Oya. Sedikit saya kisahkan prosesi adat sebelum
penangkapan ikan dimulai. Ceritanya begini; sebelum petualangan dimulai,
empunya rumah menyediakan santapan para pemburu untuk dinikmati di bantaran
sungai nantinya. Santapan ini berupa nasi pulut, roti, dan kopi. Hal yang
menarik dari nasi pulut adalah dibungkus dengan pelepah pinang berukuran besar.
Sesudah sampai di kawasan pemburuan, masyarakat beristirahat di pasir dan
bebatuan sungai. Barulah di sini nasi pulut dibuka dari bungkusnya, air kopi
dituangkan dalam gelas, roti dibuka. Sambil bercengkrama barulah nasi pulut
digenggam dan dikepal oleh masing-masing orang untuk dinikmati. Cukup
menggambarkan kebersamaan yang susah untuk dicari di belahan bumi mana pun pada
abad 21 ini.
Setelah perlengkapan selesai disiapkan (senter,
kacamata selam, tembak, jala tangan) maka mereka siap untuk turun ke sungai
melawan derasnya arus. Sesaat sesudah turun, jala tangan mereka akan terisi
oleh ikan-ikan yang terperangkap. Sungguh, sungai dihiasi oleh lampu-lampu
senter para warga yang jumlahnya mencapai 40 orang. Ikan Jurung yang ditangkap
bervariasi, mulai dari yang berukuran 10 cm sampai dengan berukuran besar 40
cm. Sesudah tangkapan dirasa cukup untuk acara kenduri maka mereka pun pulang
menghadiahkan ikan dalam karung untuk si empunya rumah kenduri. Musliadi, salah
satu masyarakat Sabet mengaku sangat tertarik dengan tradisi berburu ikan
Jurung ini, walau tanpa diupah. Seberkeluarga inilah masyarakat Desa Sabet.
Bagaimana, apakah pembaca tertarik untuk memburu ikan jurung? atau sekedar
hendak membeli yang sudah diburu oleh masyarakat? Datang saja ke desa bertuah
ini, Sabet, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya.
Oya. Biasanya ikan jurung ini diolah dengan masakan
tradisional Aceh, kuah Asam Keueng
(Asam Pedas). Ikan air tawar ini juga renyah digoreng atau dipanggang.
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs
Post a Comment