Kota
Sebagai Pangsa Pasar Kesenian
(Oleh: M Yusrizal)
Seni adalah sebuah ekspresi perasaan
manusia yang memiliki unsur keindahan di dalamnya dan diungkapkan melalui suatu
media yang sifatnya nyata untuk kemudian melahirkan sebuah karya. Sedangkan
kota merupakan pusat mobilitas masyarakat, dan sebuah wilayah yang selalu sibuk
dengan segala aktivitasnya.
Pada era modernisasi di abad ke-21
kesenian-kesenian tradisional secara tidak langsung mulai ditinggalkan dan
masyarakat mulai beralih mengkonsumsi kesenian modern. Sebut saja musik dan
tarian tradisional mulai berkurang peminatnya dibandingkan dengan aliran musik
modern. Hal ini bisa dilihat dari animo masyarakat yang cukup tinggi untuk
menonton sebuah konser atau event kesenian yang berbau modern ketimbang event
kesenian tradisi. Tidak disadari ini menjadi petaka bagi keberlangsungan sebuah
kebudayaan atau kesenian tradisi.
Maka dari itu saya berfikir bahwa kota
akan menjadi ladang yang tepat untuk seni tradisi dipromosikan. Menjadikan sebuah
kota sebagai kota berseni tradisi bukanlah hal mudah namun bukan pula hal yang
tidak mungkin diwujudkan. Sebagai sampelnya, Kota Yogyakarta yang kita kenal sebagai
kota berkebudayaan tinggi.
Kota harus berperan penting sebagai ranah
untuk memupuk kebudayaan/kesenian pada masyarakat lokal dan sekaligus
mempromosikan kebudayaan/kesenian Indonesia pada masyarkat luar. Dengan
memberikan penilaian yang tinggi terhadap kesenian maka akan meningkatkan pula
perekonomian di sebuah kota, sebab kota adalah pangsa pasarnya sebuah
kesenian/kebudayaan.
Indonesia sebagai lumbung kebudayaan
memang sudah diakui dunia. Bagaimana tidak, Indonesia kaya akan suku, bangsa,
bahasa, dan agama. Dari keberagamaan itu maka lahirlah berbagai kebudayaan yang
kemudian diikat menjadi satu kesatuan, Indonesia. Masyarakat luar tentunya akan
menjadikan Indonesia sebagai laboratorium kebudayaan.
Kesenian-kesenian yang dapat dilahirkan di
perkotaan adalah dengan menggelar event-event kebudayaan yang dapat
menggerakkan masyarakat terlibat di dalamnya. Menggelar perlombaan-perlombaan
kesenian/kebudayaan, menyelenggarakan seminar-seminar kebudayaan, dan juga
menumbuhkan jiwa seni budaya pada anak-anak sekolah dan generasi muda.
Kota juga harus ditata pembangunannya
dengan seni. Kesenian yang dimaksud merupakan pembangunan Landmark, tugu, ataupun icon
sebuah perkotaan dengan menampilkan ciri khas kedaerahan. Sebut saja Kota
Padang; orang akan mudah mengingat Padang dengan Jam Gadang. Kota Pontianak;
orang akan mengingat Pontianak dengan Tugu Khatulistiwa. Banda Aceh; turis akan
mengingat Aceh dengan keindahan bangunan Masjid Raya Baiturrahman.
Kota-kota yang ada dan berkembang pada
saat sekarang adalah perwujudan dari kota yang ada pada masa kerajaan di
Nusantara. Kota-kota kerajaan inilah kemudian menjadi kota kolonial (masa
penjajahan) dan beralih menjadi kota-kota provinsi, kabupaten, kota tatkala
Indonesia merdeka. Sebut saja Candi Borobudur di Magelang, Museum Fatahillah di
Kota Medan, Kota Tua di Jakarta, Kesultanan Ternate di Kota Ternate, dan lain
sebagainya. Peninggalan bersejarah ini juga menjadi ujung tombak dalam
mempromosikan kota. Bangunan-bangunan peninggalan ini harus tetap menjadi
perhatian pemerintah kota untuk dilestarikan. Tentunya dalam hal pemugaran dan
perawatan memerlukan tangan-tangan seni yang berkompeten. Di sini mempertegas,
tidak hanya bangunan baru yang harus dibangun, namun bangunan-bangunan lama
dalam sebuah kota juga harus di pugar dan dijaga.
Maka dari penjelasan di atas, jelas
mempertegas bahwa kesenian harus memiliki tempat nomor satu di perkotaan. Kota
sebagai pasar untuk menjual sebuah kesenian, dan kesenian menjadi sarana untuk
mempromosikan suatu kota pada masyarakat luas Indonesia dan dunia internasional
pada umumnya.
Banda Aceh, 21 Maret 2019
Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs
Post a Comment